JAKARTA, Inspirasibangsa (4/6) — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akhir-akhir ini agresif dalam mengeluarkan sejumlah regulasi dalam rangka mengembangkan energi terbarukan yang dinilai masih belum terlalu dioptimalkan penggunaannya di Tanah Air.
“Ada beberapa regulasi yang akan dikeluarkan, kenapa kami sekarang sangat agresif karena regulasi-regulasi itu salah satu alat untuk mendongkrak percepatan pengembangan energi baru terbarukan,” kata Direktur Aneka Energi Baru dan Terbarukan Kementerian ESDM Maritje Hutapea dalam diskusi di Jakarta, Jumat.
Apalagi, menurut dia, selama ini energi baru terbarukan diklaim secara bisnis relatif sulit berkompetisi dengan energi konvensional yang lebih laku dipakai di tengah masyarakat.
Oleh karena itu, lanjutnya, pemerintah juga mengeluarkan beragam aturan dengan harapan agar perbankan tertarik membiayai program energi baru terbarukan di berbagai daerah.
Ia mencontohkan sejumlah regulasi yang bakal dikeluarkan dalam jangka waktu dekat ini antara lain adalah penetapan mekanisme “feed-in tarif” untuk pembangkit listrik tenaga surya (PLTS).
Maritje memaparkan, penerapan “feed-in tariff” diperkirakan bakal ada beberapa “batch” (angkatan), di mana “batch” pertama umumnya harganya akan jauh lebih tinggi daripada “batch” berikutnya.
Dengan dibuat beragam harga yang berbeda tarifnya, maka diharapkan juga awalnya akan menarik banyak pihak untuk mau mengembangkan energi terbarukan.
“Yang kita lakukan ini juga dilakukan di beberapa negara maju,” katanya dan mencontohkan di Jepang, awalnya banyak pihak mengembangkan PLTS karena harga yang ditawarkan tinggi, tetapi karena saat ini sudah jenuh maka harga untuk tenaga surya tersebut juga menjadi relatif lebih murah saat ini.
Ia juga menegaskan bahwa semua regulasi yang ditetapkan juga telah mengundang berbagai pihak terkait seperti pihak PT Perusahaan Listrik Negara (PLN).
Maritje mengakui bahwa pengembangan energi baru terbarukan penting dilakukan karena selain kemampuan finansial pemerintah terbatas untuk itu dan biasanya untuk daerah-daerah yang jangka panjang PLN tidak masuk ke sana.
“Kalau ada begini (aturan mengenai ‘feed-in’) maka perbankan juga akan yakin. Feed-in tariff-nya menarik,” katanya.
“Feed-in tariff” itu sendiri adalah mekanisme yang biasanya dikeluarkan di berbagai negara untuk mendorong pengembangan energi terbarukan yaitu dengan bentuk penawaran kontrak jangka panjang kepada pihak yang memproduksi energi terbarukan.
Dengan mekanisme tersebut, maka dibandingkan dengan membayar jumlah yang sama untuk energi yang dihasilkan, maka biasanya “feed-in tariff” memberikan tarif harga yang lebih murah per kilowatt hour (KWH) guna mengurangi beban biaya teknologi.
Dengan kata lain, “feed-in tariff” adalah menawarkan semacam kemudahan yang berbasis kepada pengurangan biaya kepada pihak produsen energi terbarukan guna mendapatkan kepastian harga serta membantu finansial investasi energi terbarukan tersebut. (Laras)
Komentar
Posting Komentar