PROSEDUR DAN KRITERIA PENETAPAN WILAYAH PERTAMBANGAN RAKYAT (WPR) DAN IZIN PERTAMBANGAN RAKYAT (IPR)
PROSEDUR DAN KRITERIA
PENETAPAN WILAYAH PERTAMBANGAN RAKYAT (WPR)
DAN IZIN PERTAMBANGAN RAKYAT (IPR)
PEMERINTAH
PROVINSI SULAWESI BARAT
DINAS
ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
TAHUN
2015
A. PENGERTIAN
1.
WP
(Wilayah Pertambangan) :
adalah
wilayah yang memiliki potensi mineral dan/atau batubara dan tidak terikat
dengan batasan administrasi pemerintahan yang merupakan bagian dari tata ruang
nasional.
2.
WPR
(Wilayah
Pertambangan) :
Rakyat, yang selanjutnya disebut WPR,
adalah bagian dari WP tempat dilakukan kegiatan usaha pertambangan rakyat.
3.
IPR
: (Izin Pertambangan Rakyat) :
adalah izin untuk melaksanakan usaha
pertambangan dalam wilayah pertambangan rakyat dengan luas wilayah dan
investasi terbatas.
B. LATAR BELAKANG
Pertambangan Rakyat adalah satu usaha
pertambangan bahan-bahan galian yang dilakukan oleh rakyat setempat secara
kecil-kecilan atau secara gotong royong dengan alat-alat sederhana untuk
pencaharian sendiri. Dalam Pasal 20 dan Pasal 66 sampai dengan Pasal 73
Undang-undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara mengakomodasi
kepentingan tambang rakyat karena selain memecahkan persoalan yang selama ini
terjadi,di lain pihak merupakan bukti konkrit pengakuan terhadap eksistensi keberadaan
tambang rakyat, yang apabila di lakukan pembinaan dengan baik, merupakan salah
satu potensi ekonomi lokal yang dapat menggerakkan perekonomian di daerah
tersebut. Dengan secara nyata adanya legalisasi dan pembinaan pertambangan
rakyat, maka sesungguhnya dapat mendatangkan beberapa keuntungan dan dampak
positif lainnya, yaitu :
1. Menanggulangi persoalan sosial dan ekonomi masyarakat di daerah
bersangkutan.
2. Terbuka dan terciptanya lapangan kerja baru
3. Membangkitkan jiwa-jiwa wirausaha di daerah
4. Mencegah terjadinya urbanisasi
5. Dapat menekan dan mengendalikan kerusakan lingkungan, karena
dilakukan pada wilayah yang sebelumnya
telah ditetapkan peruntukkannya sebagai WPR.
6. Mencegah kegiatan penambangan Tanpa Izin (PETI).
C. DASAR HUKUM
Dasar penetapan
Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) dan Izin
pertambangan Rakyat (IPR) diatur dalam beberapa Peraturan
Perundang-Undangan dan juga Peraturan Pemerintah yaitu :
1.
Undang Undang Dasar
1945 Pasal 33, yang terdiri atas:
a. Ayat 1 berbunyi “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar
atas azas kekeluargaan”.
b. Ayat 2 berbunyi “Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan
yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara”.
c. Ayat 3 berbunyi “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya
dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.
d. Ayat 4 berbunyi “Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas
demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan,
berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan
kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional”.
e. Ayat 5 berbunyi “Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini
diatur dalam undang-undang”
2. Undang
Undang No.23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Yaitu pada Lampiran
pembagian urusan pemerintahan konkuren
antara pemerintah pusat dan daerah provinsi dan daerah kabupaten/kota huruf cc
tentang pembagian urusan Pemerintahan Bidang Energi & Sumber Daya
Mineral yang terdiri atas:
a.
Mengenai
Wilayah Pertambangan Rakyat tercantum pada sub urusaan Mineral dan Batubara
(2), kolom kewenangan pemerintah pusat
huruf (a) yang berbunyi :
“Penetapan Wilayah Pertambangan sebagai
bagian dari rencana tata ruang wilayah nasional, yang terdiri atas Wilayah
Usaha Pertambangan, Wilayah Pertambangan Rakyat dan Wilayah Pencadangan Negara
serta Wilayah Usaha Pertambangan Khusus”.
b.
Mengenai Izin Pertambangan Rakyat
tercantum pada sub urusan Mineral dan Batubara (2), Kolom kewenangan Daerah
Provinsi huruf (d) yang berbunyi :
“Penerbitan Izin pertambangan
rakyat untuk komoditas mineral logam, batubara, mineral bukan logam dan batuan
dalam wilayah pertambangan rakyat”.
3. Undang-undang No 4 Tahun 2009 tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara (pasal 20-26 tentang
Wilayah Pertambangan Rakyat dan pasal 66-73
tentang Ijin Pertambangan Rakyat)
4. PP No. 22 Tahun 2010
Tentang Wilayah Pertambangan (pasal 26-27 tentang Wilayah Pertambangan
Rakyat)
5. PP No. 23 Tahun 2010 tentang
Pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batubara (pasal 47-48 tentang Ijin
Pertambangan Rakyat)
D. TAHAPAN PERIZINAN
Perizinan
pertambangan Rakyat terdiri dari dua tahapan perizinan yaitu :
1.
Penetapan Wilayah
Pertambangan Rakyat (WPR)
a.
Pengertian Wilayah
Pertambangan Rakyat (WPR)
Sebelum dikeluarkannya Izin Usaha
Pertambangan Rakyat (IPR) maka terlebih dahulu ditetapkan Wilayah Pertambangan
Rakyat (WPR) , Dalam UU No.4 tahun 2009 pasal 20 “bahwa kegiatan Pertambangan
Rakyat dilaksanakan dalam suatu WPR”.
Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) adalah bagian dari wilayah pertambangan
(WP) yang memiliki potensi
mineral dan/atau batubara tempat dilakukannya kegiatan usaha pertambangan
rakyat.
b.
Kriteria Penetapan
Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR)
1)
Dalam UU No. 4 tahun
2009 Pasal 22
Kriteria untuk menetapkan WPR adalah sebagai berikut :
a)
Mempunyai cadangan mineral sekunder
yang terdapat di sungai dan/atau di antara tepi dan tepi sungai;
b)
Mempunyai cadangan primer logam atau
batubara dengan kedalaman maksimal 25 (dua puluh lima) meter;
c)
Endapan teras, dataran banjir, dan
endapan sungai purba;
d)
Luas maksimal wilayah pertambangan
rakyat adalah 25 (dua puluh lima) hektare;
e)
Menyebutkan jenis komoditas yang akan
ditambang; dan/ atau
f)
Merupakan wilayah atau tempat kegiatan
tarnbang rakyat yang sudah dikerjakan sekurang-kurangnya 15(lirna belas) tahun.
2)
Peraturan Pemerintah
(PP) No. 22 Tahun 2010 Pasal 26 ayat 2
a)
Mempunyai cadangan mineral sekunder
yang terdapat di sungai dan/atau di antara tepi dan tepi sungai;
b)
Mempunyai cadangan primer logam atau
batubara dengan kedalaman maksimal 25 (dua puluh lima) meter;
c)
Merupakan Endapan teras, dataran
banjir, dan endapan sungai purba;
d)
Luas maksimal wilayah pertambangan
rakyat (WPR) adalah 25 (dua puluh lima) hektare;
e)
Menyebutkan jenis komoditas yang akan
ditambang; dan/ atau
f)
Merupakan wilayah atau tempat kegiatan tarnbang
rakyat yang sudah dikerjakan sekurang-kurangnya 15(lirna belas)
tahun.
g)
Tidak
tumpang tindih dengan WUP dan WPN.
h)
Merupakan
kawasan peruntukan pertambangan sesuai dengan rencana tata ruang.
c.
Tata cara Penetapan
Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR)
a) UU No. 4 tahun 2009 , Pasal 21 mengenai tata cara
penetapan WPR berbunyi:
“WPR sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 20 ditetapkan oleh bupati/walikota setelah berkonsultasi dengan Dewan
Penvakilan Rakyat Daerah kabupaten/ kota”
b) UU No. 4 tahun 2009, Pasal 23, berbunyi :
“Dalam menetapkan WPR sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 21, Bupati/Walikota berkewajiban melakukan pengumuman
mengenai rencana WPR kepada masyarakat secara terbuka”.
c) UU No. 4 tahun 2009, Pasal 24, berbunyi :
“Wilayah atau tempat kegiatan tambang
rakyat yang sudah dikerjakan tetapi belum ditetapkan sebagai WPR diprioritaskan
untuk ditetapkan sebagai WPR”.
d) UU No. 4 tahun 2009, Pasal 25, berbunyi :
“Ketentuan lebih lanjut mengenai
pedoman, prosedur, dan penetapan WPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan
Pasal 23 diatur dengan peraturan pemerintah”.
e) UU No. 4 tahun 2009, Pasal 26, berbunyi :
“Penetapan WPR, sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 22 dan Pasal 23 diatur dengan peraturan Daerah kabupaten/kota”.
f) Peraturan Pemerintah (PP) No.22 tahun 2010 , Pasal 26 ayat
(1) tentang tata cara pemberian WPR berbunyi :
“Bupati/Walikota menyusun rencana
penetapan suatu wilayah di dalam WP menjadi WPR sebagaimana dimaksud dalam
pasal 16 ayat (1) huruf b berdasarkan Peta potensi mineral dan/atau batubara
sebagaimana dimaksud dalam pasal 12 ayat (1) serta peta potensi /cadangan
mineral dan/atau batubara sebagaimana dimaksud dalam pasal 17 ayat(1)”.
g) PP No. 22 tahun 2010, Pasal 27 berbunyi :
1.
Wilayah
di dalam WP (wilayah Pertambangan) sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 yang
memenuhi kriteria ditetapkan menjadi WPR oleh Bupati/Walikota Setempat setelah
berkoordinasi dengan pemerintah Provinsi dan berkonsultasi dengan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten /Kota
2. Penetapan WPR
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara tertulis oleh
Bupati/Walikota kepada Menteri dan Gubernur
3.
Koordinasi
sebagaimana dimaksud pada ayat(1) dilakukan untuk mendapatkan pertimbangan
berkaitan dengan data dan informasi yang dimiliki pemerintah Provinsi yang
bersangkutan
4. Konsultasi dengan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) untuk memperoleh pertimbangan”.
h) Peraturan Menteri No.2 tahun 2013, pasal 3 ayat 2 berbunyi :
“Pengawasan dalam rangka penetapan WPR oleh Bupati/Walikota sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi sekurang-kurangnya:
1. Penetapan WPR dilakukan setelah berkoordinasi dengan
pemerintah provinsi dan berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
kabupaten/kota;
2. sebelum melakukan koordinasi dengan pemerintah provinsi dan
konsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat Derah kabupaten/kota, sebagaimana
dimaksud pada huruf a wajib memastikan lokasi WPR:
a. Masuk dalam Kawasan Peruntukan Pertambangan sebagaimana tercantum
dalam rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota yang ditetapkan dalam Peraturan
Daerah;
b. Telah mendapatkan persetujuan dari pemegang hak atas tanah
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
c. Telah menggunakan sistem koordinat pemetaan dengan Datum
Geodesi Nasional yang mempunyai parameter sarna dengan parameter Ellipsoid
World Geodetic System;
d. Telah memenuhi kriteria penetapan WPR sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
e. Telah dilaksanakan pengumuman rencana penetapan WPR kepada
masyarakat seeara terbuka paling sedikit pada kantor kelurahan/ desa di lokasi
WPR sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
2.
Pemberian Izin Usaha
Pertambangan Rakyat (IPR)
a.
Pengertian Izin
Pertambangan Rakyat (IPR)
Setelah Penetapan Wilayah
Pertambangan Rakyat (WPR) maka selanjutnya Izin Pertambangan Rakyat (IPR) dapat
diproses untuk diberikan kepada Pemohon.
Izin Pertambangan
Rakyat (IPR) adalah Izin untuk melaksanakan usaha pertambangan dalam wilayah
pertambangan rakyat dengan Luas wilayah dan investasi terbatas.
b.
Tata Cara Penerbitan IPR
1)
UU No.4 tahun 2009,
pasal 67 Berbunyi :
a) Bupati/Walikota
memberikan IPR terutama kepada penduduk setempat, baik perseorangan maupun
kelompok masyarakat dan/atau Koperasi.
b) Bupati/Walikota dapat
melimpahkan kewenangan pelaksanaan pemberian IPR sebagaimana dimaksud pada
ayat(1) kepada Camat sesuai dengan ketentaun peraturan perundang-undangan.
c) Untuk memperoleh IPR
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pemohon wajib menyampaikan surat permohonan
kepada Bupati/Walikota”.
2)
Didalam Peraturan
Pemerintah (PP) No.23 Tahun 2010, pasal 47 Berbunyi:
a) IPR diberikan oleh
Bupati/Walikota berdasarkan permohonan yang diajukan oleh penduduk setempat,
baik orang perseorangan maupun kelompok masyarakat dan/atau koperasi.
b) IPR diberikan stelah
ditetapkan WPR oleh Bupati/Walikota.
c)
Dalam
1(satu) WPR dapat diberikan 1 (satu) atau beberapa IPR.
3)
Didalam Peraturan
Menteri (Permen) ESDM No. 2 tahun 2013 terkait Tatacara Proses Penerbitan IPR
adalah :
Pengawasan penerbitan IPR dalam proses penerbitan IPR oleh
bupati/walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi sekurang-kurangnya:
a) Dalam penerbitan IPR pada WPR, telah menyusun rencana
reklamasi dan rencana pascatambang untuk setiap WPR yang telah ditetapkan berdasarkan
dokumen lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b) Pemberian IPR· terutama kepada penduduk setempat, baik
perseorangan maupun kelompok masyarakat atau koperasi yang beranggotakan
penduduk setempat berdasarkan surat permohonan yang telah memenuhi persyaratan
administratif, teknis, dan finansial sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan
c.
Kriteria Pemberian
IPR
1)
Kriteria Komoditas
Bahan Galian
UU
No.4 tahun 2009, pasal 66 menyebutkan Kegiatan Pertambangan Rakyat dikelompokkan
berdasarkan komoditas bahan galiannya yaitu :
ü Pertambangan Mineral
Logam;
ü Pertambangan Mineral
Bukan Logam;
ü Pertambangan
Batuan;dan/atau
ü
Pertambangan
Batubara
2) Kriteria Pemohon terdiri dari : (UU No. 4 tahun 2009,
pasal 67 ayat 1)
ü Perseorangan
ü Kelompok Masyarakat
ü
Koperasi
3) Kriteria Pemberian Luas Wilayah (UU No. 4 tahun
2009,pasal 68 ayat 1 )
ü Perseorangan , paling
banyak 1 (satu) hectare.
ü Kelompok Masyarakat,
paling banyak 5(lima) hektare
ü
Koperasi,
paling banyak 10 (sepuluh) hectare.
4)
Kriteria Jangka waktu
(UU No. 4 tahun 2009, pasal 68 ayat 2 )
IPR diberikan untuk
jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang.
d.
Persyaratan IPR
Peraturan Pemerintah
(PP) No. 23 tahun 2010 Pasal 48 ayat 2 tentang persyaratn IPR berbunyi :
Untuk mendapatkan
IPR, Pemohon harus memenuhi :
1) Persyaratan
Administratif;
2) Persyaratan Teknis;
3) Persyaratan
Finansial.
Adapun
Persyaratan-persyaratan yang dimaksud adalah sbb :
1)
Persyaratan Adminsitrasi
sebagai berikut:
(PP No.23 tahun 2010 pasal 48 ayat 3)
a) Orang Perseorangan,
paling sedikit meliputi :
ü Surat permohonan;
ü Kartu Tanda Penduduk;
ü Komoditas Tambang
yang dimohon;
ü Surat keterangan dari
kelurahan/Desa setempat.
b) Kelompok Masyarakat,
paling sedikit meliputi:
ü Surat permohonan;
ü Komoditas Tambang
yang dimohon;
ü Surat keterangan dari
keluraha/Desa setempat.
c) Koperasi setempat,
paling sedikit meliputi :
ü Surat permohonan;
ü Nomor Pokok wajib
Pajak;
ü Akte Pendirian
koperasi yang telah disahkan oleh pejabat yang berwenang;
ü Komoditas Tambang
yang dimohon;
ü Surat keterangan dari
kelurahan/Desa setempat.
2)
Persayaratan Teknis
sebagai berikut : (PP
No.23 tahun 2010 pasal 48 ayat 4) Berupa surat pernyataan yang memuat paling sedikit mengenai :
a) Sumuran pada IPR
paling dalam 25 (dua puluh lima) meter;
b) Menggunakan pompa
mekanik, penggelundungan atau permesinan dengan jumlah tenaga maksimal 25 (dua
puluh lima) horse Power untuk 1
(satu) IPR dan
c) Tidak Menggunakan
alat berat dan bahan peledak.
3)
Persyaratan
Finansial, sebagai berikut :(PP No.23 tahun 2010, pasal 48 ayat 5)
Berupa laporan
Keuangan 1 (satu) tahun terakhir dan hanya dipersyaratkan bagi Koperasi
setempat.
e.
Hak dan Kewajiban
1)
Hak Pemegang Izin
Pertambangan Rakyat (IPR)
Hak Pemegang Izin Pertambangan Rakyat
(IPR) menurut UU No. 4 Tahun 2009 Pasal 69 antara lain sbb :
a)
Mendapat pembinaan dan pengawasan di
bidang keselamatan dan kesehatan kerja, lingkungan, teknispertambangan, dan
manajemen dari Pemerin~ahdan/ atau pemerintah daerah; dan
b)
Mendapat bantuan modal sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
2)
Kewajiban Pemegang Izin Pertambangan Rakyat
Kewajiban Pemegang IPR berdasarkan UU
No. 4 Tahun 2009 Pasal 70 antara lain Sbb:
a)
melakukan kegiatan penambangan paling
lambat 3 (tiga) bulan setelah IPR diterbitkan;
b)
mematuhi peraturan perundang-undangan
di bidang keselamatan dan kesehatan kerja pertambangan, pengelolaan
lingkungan, dan memenuhi standar yang berlaku;
c)
mengelola lingkungan hidup bersama
pemerintah daerah;
d)
membayar iuran tetap dan iuran
produksi; dan
e)
menyampaikan laporan pelaksanaan
kegiatan usaha pertambangan rakyat secara berkala kepada pemberi IPR.
Berdasarkan UU No. 23
tahun 2014 tentang Pemerintahan daerah dan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri
Republik Indonesia Nomor : 120/253/sj, tanggal 16 Januari 2015 tentang Penyelenggaraan Urusan Pmerintahan
setelah ditetapkan Undang-undang nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintahan
Daerah serta ditindaklanjuti dengan Rapat Koordinasi Pengelolaan Energi Dan
Sumber Daya Mineral Provinsi Se Sulawesi Barat Tanggal 18 s/d 20 Maret 2015 di
Kabupaten Mamuju, maka segala kebijakan mengenai sektor pertambangan seperti
penerbitan Izin Baru, sedang dalam proses, dan yang telah diterbitkan oleh
pemerintah Kabupaten berkaitan dengan Izin Usaha Pertambangan (IUP/IUPK/IPR)
Komoditas Mineral, Batubara, Non Logam dan Batuan, kewenangannya telah
dilimpahkan ke Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat.
PROSEDUR DAN KRITERIA PENETAPAN WILAYAH PERTAMBANGAN RAKYAT (WPR) DAN IZIN PERTAMBANGAN RAKYAT (IPR), tersebut diatas masih berlaku umum sebelum terbitnya UU No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan daerah dan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor : 120/253/sj, tanggal 16 Januari 2015 tentang Penyelenggaraan Urusan Pmerintahan setelah ditetapkan Undang-undang nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintahan Daerah.
BalasHapusSepengetahuan kami sudah ada pergub sulbar tahun 2014 terkair pertambangan minerba; oleh sebab itu sebaiknya pembahasan prosedur dan kriteria penetapan WPR disesuaikan dengan Pergub, sehingga tidak berbelit-belit. karena secara tidak langsung regulasi setelah UU No. 23 Tahun 2014 berlaku maka prosedur yang ada diatas banyak yang tidak sesuai. sekedar bertanya???