Langsung ke konten utama

Tugas dan Fungsi Pemerintah Provinsi pada Kegiatan Hulu Migas

KEWENAGAN PEMERINTAH DAERAH TERKAIT KEGIATAN HULU MIGAS  DALAM PERUNDANG UNDANGAN DAN PERATURAN YANG BERLAKU
1.    UNDANG-UNDANG DASAR Pasal 33 berbunyi,
a.    Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan.
b.    Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara.
c.    Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
d.    Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
e.    Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang.

2.    UNDANG-UNDANG
a)    UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi
·         Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan 22. Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah beserta perangkat Daerah Otonom yang lain sebagai Badan Eksekutif Daerah.
·         Pasal 12 ayat (1) : Wilayah Kerja yang akan ditawarkan kepadaBadan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap ditetapkan oleh Menteri setelah berkonsultasi dengan Pemerintah Daerah.
·         Pasal 21 ayat (1): Rencana pengembangan lapangan yang pertama kali akan diproduksi dalam suatu Wilayah Kerja wajib mendapatkan persetujuan Menteri berdasarkan pertimbangan dari Badan Pelaksana (SKK Migas) dan setelah berkonsultasi dengan Pemerintah Daerah Provinsi yang bersangkutan.

b)    UU No. 33 Tahun 2004 tentang Dana Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah
·         Pasal 14 :Pembagian Penerimaan Negara yang berasal dari sumber daya alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) ditetapkan sebagai berikut:
e.    Penerimaan Pertambangan Minyak Bumi yang dihasilkan dari wilayah Daerah yang bersangkutan setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dibagi dengan imbangan:
1. 84,5% (delapan puluh empat setengah persen) untuk Pemerintah; dan
2. 15,5% (lima belas setengah persen) untuk Daerah.
f.    Penerimaan Pertambangan Gas Bumi yang dihasilkan dari wilayah Daerah yang bersangkutan setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dibagi dengan imbangan:
1. 69,5% (enam puluh sembilan setengah persen) untuk Pemerintah; dan
2. 30,5% (tiga puluh setengah persen) untuk Daerah.
·         Pasal 19:
(1)  Penerimaan Pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi yang dibagikan ke Daerah adalah Penerimaan Negara dari sumber daya alam Pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi dari wilayah Daerah yang bersangkutan setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya.
(2)  Dana Bagi Hasil dari Pertambangan Minyak Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf e angka 2 sebesar 15% (lima belas persen) dibagi dengan rincian sebagai berikut:
a.    3% (tiga persen) dibagikan untuk provinsi yang ber-sangkutan;
b.    6% (enam persen) dibagikan untuk kabupaten/kota penghasil; dan
c.    6% (enam persen) dibagikan untuk kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan.
(3)  Dana Bagi Hasil dari Pert rtambangan Gas Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf f angka 2 sebesar 30% (tiga puluh persen) dibagi dengan rincian sebagai berikut:
a.    6% (enam persen) dibagikan untuk provinsi yang bersangkutan;
b.    12% (dua belas persen) dibagikan untuk kabupaten/kota penghasil; dan
c.    12% (dua belas persen) dibagikan untuk kabupaten/kota lainnya dalam provinsi bersangkutan.
(4)  Bagian kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dan ayat (3) huruf c, dibagikan dengan porsi yang sama besar untuk semua kabupaten/kota dalam provinsi yang bersangkutan.
·         Pasal 20
(1)  Dana Bagi Hasil dari Pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf e angka 2 dan huruf f angka 2 sebesar 0,5% (setengah persen) dialokasikan untuk menambah anggaran pendidikan dasar.
(2)  Dana Bagi Hasil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibagi masing masing dengan rincian sebagai berikut:
a.    0,1% (satu persepuluh persen) dibagikan untuk provinsi yang bersangkutan;
b.    0,2% (dua persepuluh persen) dibagikan untuk kabupaten/ kota penghasil; dan
c.    0,2% (dua persepuluh persen) dibagikan untuk kabupaten/ kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan.
(3)  Bagian kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, dibagikan dengan porsi yang sama besar untuk semua kabupaten/kota dalam provinsi yang bersangkutan

·         Pasal 24
(1)  Realisasi penyaluran Dana Bagi Hasil yang berasal dari sektor minyak bumi dan gas bumi tidak melebihi 130% (seratus tiga puluh persen) dari asumsi dasar harga minyak bumi dan gas bumi dalam APBN tahun berjalan.
(2)  Dalam hal Dana Bagi Hasil sektor minyak bumi dan gas bumi
(2) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melebihi 130% (seratus tiga puluh persen), penyaluran dilakukan melalui mekanisme APBN Perubahan.

·         Pasal 106
(1)  Pelaksanaan tambahan Dana Bagi Hasil sektor minyak bumi dan gas bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf e dan huruf f serta Pasal 20 dilaksanakan mulai tahun anggaran 2009.
(2)  Sejak berlakunya Undang-Undang ini sampai dengan tahun anggaran 2008 penerimaan pertambangan minyak bumi yang dihasilkan dari wilayah Daerah yang bersangkutan setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dibagi dengan imbangan:
a.    85% (delapan puluh lima persen) untuk Pemerintah; dan
b.    15% (lima belas persen) untuk Daerah

c.    UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
·         Pasal 160 ayat (3) : (3) Dana Bagi Hasil yang bersumber dari sumber daya alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal dari:
a.      Penerimaan kehutanan yang berasal dari iuran hak pengusahaan hutan (IHPH), provisi sumber daya hutan (PSDH) dan dana reboisasi yang dihasilkan dari wilayah daerah yang bersangkutan;
b.      Penerimaan pertambangan umum yang berasal dari penerimaan iuran tetap (landrent) dan penerimaan iuran eksplorasi dan iuran eksploitasi (royalty) yang dihasilkan dari wilayah daerah yang bersangkutan;
c.      Penerimaan perikanan yang diterima secara nasional yang dihasilkan dari penerimaan pungutan pengusahaan perikanan dan penerimaan pungutan hasil perikanan;
d.      Penerimaan pertambangan minyak yang dihasilkan dari wilayah daerah yang bersangkutan;
e.      Penerimaan pertambangan gas alam yang dihasilkan dari wilayah daerah yang bersangkutan;
f.       Penerimaan pertambangan panas bumi yang berasal dari penerimaan setoran bagian Pemerintah, iuran tetap dan iuran produksi yang dihasilkan dari wilayah daerah yang bersangkutan.

3.    PERATURAN PEMERINTAH
a)    PP No. 35 Tahun 1994 tentang Pedoman dan Syrat-syarat Kontrak Bagi Hasil Minyak dan Gas Bumi
·         Pasal 4 : Dalam melaksanakan kegiatan dalam rangka Kontrak Bagi Hasil, Kontraktor wajib berperan serta dalam menjamin kepentingan nasional dan memperhatikan kebijaksanaan Pemerintah Indonesia dalam pengembangan daerah serta pelestarian lingkungan.
b)    PP No. 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi
·         Pasal 3 ayat 2 : Dalam penetapan Wilayah Kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Menteri berkonsultasi dengan Gubernur yang wilayah administrasinya meliputi Wilayah Kerja yang akan ditawarkan.
·         Pasal 3 ayat 3 : Konsultasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dimaksudkan untuk memberikan penjelasan dan memperoleh informasi mengenai rencana penawaran wilayah-wilayah tertentu yang dianggap potensil mengandung sumber daya Minyak dan Gas Bumi menjadi Wilayah Kerja.
·         Pasal 35
(1)  Pernyataan minat dan kesanggupan untuk mengambil participating interest sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 disampaikan oleh Badan Usaha Milik Daerah dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari sejak tanggal penawaran dari Kontraktor.
(2)  Dalam hal Badan Usaha Milik Daerah tidak memberikan pernyataan kesanggupan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Kontraktor wajib menawarkan kepada perusahaan nasional.
(3)  Dalam hal perusahaan nasional tidak memberikan pernyataan minat dan kesanggupan dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari sejak tanggal penawaran dari Kontraktor kepada perusahaan nasional, maka penawaran dinyatakan tertutup.

·         Pasal 52 ayat 2: Penerimaan Negara yang berupa pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdiri atas
a.    Pajak-pajak
b.    Bea masuk dan pungutan lain atas impor dan cukai
c.    Pajak daerah dan retribusi daerah
·         Pasal 60 :Penerimaan Negara bukan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (3) merupakan penerimaan Pemerintah dan Pemerintah Daerah, yang pembagiannya ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
·         Pasal 68 ayat 1: Wilayah Kerja Kontraktor yang belum digunakan untuk Eksplorasi dan Eksploitasi, untuk dapat digunakan untuk kegiatan selain eksplorasi dan eksploitasi oleh pihak lain setelah mendapatkan rekomenasi dari Menteri dan izin penggunaan dari Pemerintah Daerah setempat.
·         Pasal 76 ayat 1: Kegiatan pengembangan lingkungan dan masyarakat setempat oleh Kontraktor dilakukan dengan berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah.
·         Pasal 95 ayat 1: Dalam memberikan persetujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Menteri melakukan konsultasi dengan Gubernur yang wilayah administrasinya meliputi lapangan yang akan dikembangkan.
·         Pasal 95 ayat 2: Konsultasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dimaksudkan untuk memberikan penjelasan dan memperoleh Informasi terutama yang terkait dengan rencana tata ruang dan rencana penerimaan daerah dan Minyak dan Gas Bumi.

c)    PP No. 34 Tahun 2005 tentang Perubahan atas PP No. 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi
Pasal 103A ayat (1): Dalam hal adanya kepentingan nasional mendesak, dengan tetap mempertimbangkan manfaay yang sebesar-besarnya bagi Negara,dapat dilakukan pengecualian terhadap beberapa ketentuan pokok Kontrak Kerja Sama mengenai:
a.    Penawaran participating interest kepada badan Usaha Milik daerah sebagaimana dimaksud dalam pasal 56;
b.    Pengembalian biaya investasi dan operasi dari kontrak BagiHasil sebagaimana dimaksud dalam pasal 56;
c.    Jangka waktu Kontrak Kerja Sama pada berkasWilayah Kuasa Pertambangan Pertamina sebagaimana dimaksud dalam Pasal 104 huruf h;
d.    Besaran bagi hasil sebagaimana dimaksuddalam pasal 104 huruf k.
d)    PP No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, Dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota.
Lampiran dijelaskan tugas Sub Bidang Minyak dan Gas Bumi, Sub Sub Bidang Minyak dan Gas Bumi, masing-masing tugas:
                              i.        Pemerintah
1.    Penetapan mekanisme penyampaian laporan produksi penghitungan (lifting) bagian daerah.
2.    Penetapan wilayah kerja kontrak kerja sama bidang minyak dan gas bumi.
3.    Penetapan standar dan norma untuk izin pembukaan kantor perwakilan perusahaan.
                            ii.        Pemerintah Daerah Provinsi
1.    Penghitungan produksi dan realisasi lifting minyak bumi dan gas bumi bersama pemerintah.
2.    Pemberian rekomendasi penggunaan wilayah kerja kontrak kerja sama untuk kegiatan lain di luar kegiatan migas pada lintas kabupaten/kota.
                           iii.        Pemerintah Daerah Kabupaten
1.    Penghitungan produksi dan realisasi lifting minyak bumi dan gas bumi bersama pemerintah.
2.    Pemberian rekomendasi penggunaan wilayah kerja kontrak kerja sama untuk kegiatan lain diluar kegiatan migas pada wilayah kabupaten/kota.
3.    Pemberian izin pembukaan kantor perwakilan perusahaan di sub sektor migas.

4.    PERATURAN PRESIDEN
a)    Perpres No. 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional
b)    Perpres No. 95 Tahun 2012 tentang Pengalihan Tugas dan Fungsi Kegiatan Hulu Migas
c)    Perpres No. 9 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pengelolaan Kegiatan usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi

5.    INSTRUKSI PRESIDEN
a)    Inpres No. 2 Tahun 2012 tentang Peningkatan Produksi Minyak Bumi Nasional
Disebutkan fungsi Gubernur:
1.    melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam rangka mendukung peningkatan produksi minyak bumi nasional;
2.    melakukan percepatan dan kemudahan perizinan yang terkait dengan upaya peningkatan produksi minyak bumi nasional; dan
3.    memberikan dukungan dan melakukan kebijakan dalam rangka peningkatan produksi minyak bumi nasional.
3.

6.    Peraturan Menteri ESDM
a)    Permen ESDM No. 35 Tahun 2008 tentang Tata Cara Penetapan dan Penawaran Wilayah Kerja Migas
b)    Permen ESDM No. 9 Tahun 2013 tentang Organisasi & Tata Kerja SKK Migas

7.    Keputusan Menteri ESDM
a)    Keputusan Menteri ESDM RI No. 1454 K/30/MEM/2000 tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan Tugas Pemerintahan Di Bidang Minyak dan Gas Bumi.
·         Pasal 2 : Penyelenggaraan Pengusahaan Minyak dan Gas Bumi yang dapat dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah terdiri dari :
1.    Persetujuan penggunaan Wilayah Kuasa Pertambangan atau Wilayah Kerja Kontraktor untuk kegiatan lain diluar kegiatan minyak dan gas bumi;
2.    Rekomendasi prosedur penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan kegiatan minyak dan gas bumi;

3.    Izin pendirian dan penggunaan gudang bahan peledak di daerah operasi daratan dan di daerah operasi 12 (dua belas) mil laut;
4.    Izin pembukaan Kantor Perwakilan perusahaan di sub sektor minyak dan gas bumi;
5.    Rekomendasi lokasi pendirian kilang;
6.    Izin pendirian depot lokal;
7.    Izin pendirian Stasiun Pengisian Bahan Bakar untuk Umum (SPBU)
8.    Izin pemasaran Jenis-jenis Bahan Bakar Khusus (BBK) untuk mesin 2 (dua) langkah;
9.    Izin pengumpulan dan penyaluran pelumas bekas;
10. Persetujuan Surat Keterangan Terdaftar Perusahaan Jasa Penunjang kecuali yang bergerak di bidang fabrikasi, konstruksi, manufaktur, konsultan, dan teknologi tinggi.
·         Pasal 3 Pedoman teknis permohonan dan pemberian persetujuan penggunaan Wilayah Kuasa Pertambangan atau Wilayah Kerja Kontraktor untuk kegiatan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 angka 1 adalah sebagai berikut :
1.    Badan Usaha mengajukan permohonan penggunaan lahan kepada Pemerintah Daerah dengan tembusan kepada Direktur Jenderal dengan melampirkan sekurang-kurangnya : a. bio data perusahaan; b. peta lokasi; c. izin lokasi; d. data mengenai pemanfaatan lahan; e. jaminan menaati ketentuan teknis.
2.    Apabila diperlukan Badan Usaha wajib melaksanakan presentasi teknis.
3.    Pemerintah Daerah memberikan Persetujuan penggunaan Wilayah Kuasa Pertambangan atau Wilayah Kerja Kontraktor setelah mendapat Rekomendasi dari Direktur Jenderal.
4.    Terhadap Badan Usaha yang telah mendapat persetujuan, wajib mengadakan perjanjian pemanfaatan lahan dengan pemegang Wilayah Kuasa Pertambangan atau Wilayah Kerja
·         Pasal 4 Pedoman teknis permohonan dan pemberian Rekomendasi penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan kegiatan minyak dan gas bumi sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 angka 2 adalah sebagai berikut :
1.    Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap mengajukan permohonan kepada Pemerintah Daerah dengan tembusan kepada Direktur Jenderal dengan melampirkan sekurang-kurangnya :
a. biodata perusahaan;
b. data mengenai titik koordinat daerah yang akan digunakan;
c. data mengenai jenis kegiatan yang akan dilaksanakan;
d. peta Wilayah Kuasa Pertambangan atau Wilayah Kerja Kontraktor.
2.    Atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 1, Pemerintah Daerah melakukan penelitian administratif dan evaluasi.
3.    Berdasarkan hasil penelitian dan evaluasi, Pemerintah Daerah memberikan Rekomendasi kepada Badan Usaha dan Bentuk Usaha Tetap untuk selanjutnya disampaikan kepada instansi berwenang guna mendapatkan izin penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan kegiatan minyak dan gas bumi.
·         Pasal 5 Pedoman teknis permohonan dan pemberian Izin mendirikan dan menggunakan gudang bahan peledak di daerah operasi daratan dan di daerah operasi 12 (dua belas) mil laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 angka 3 adalah sebagai berikut :
1.     Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap mengajukan permohonan Izin mendirikan dan menggunakan gudang atau kontainer tempat penyimpanan bahan peledak kepada Pemerintah Daerah dengan dilengkapi sekurang-kurangnya :
a. gambar konstruksi gudang/kontainer penyim-panan bahan peledak;
b. gambar tata letak gudang/kontainer penyim-panan bahan peledak;
c. peta situasi wilayah kerja;
d. jenis, berat serta ukuran peti/box bahan peledak yang akan disimpan;
e. Rekomendasi Direktur Jenderal;
f. Rekomendasi surat pernyataan tidak keberatan dari Kapolda setempat.
2.     Atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 1, Pemerintah Daerah melakukan penelitian administratif dan evaluasi
3.      Berdasarkan hasil penelitian dan evaluasi, Pemerintah Daerah memberikan Izin mendirikan dan menggunakan gudang atau kontainer penyimpanan bahan peledak di daerah operasi daratan dan di daerah operasi 12 (dua belas) mil laut.
4.     Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap wajib menaati ketentuan mengenai keselamatan kerja, lindungan lingkungan, standar teknis, evaluasi dan pelaporan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

PETA GEOLOGI DAN SEBARAN POTENSI BAHAN TAMBANG SULBAR

PROSEDUR DAN KRITERIA PENETAPAN WILAYAH PERTAMBANGAN RAKYAT (WPR) DAN IZIN PERTAMBANGAN RAKYAT (IPR)

PROSEDUR DAN KRITERIA PENETAPAN WILAYAH PERTAMBANGAN RAKYAT (WPR) DAN IZIN PERTAMBANGAN RAKYAT (IPR)   PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI BARAT DINAS ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL TAHUN 2015 A.     PENGERTIAN 1.       WP      (Wilayah Pertambangan) :  adalah wilayah yang memiliki potensi mineral dan/atau batubara dan tidak terikat dengan batasan administrasi pemerintahan yang merupakan bagian dari tata ruang nasional. 2.       WPR (Wilayah Pertambangan)  : Rakyat, yang selanjutnya disebut WPR, adalah bagian dari WP tempat dilakukan kegiatan usaha pertambangan rakyat. 3.       IPR : (Izin Pertambangan Rakyat) : adalah izin untuk melaksanakan usaha pertambangan dalam wilayah pertambangan rakyat dengan luas wilayah dan investasi terbatas . B.      LATAR BELAKANG Pertambangan Rakyat adalah satu usaha pertambangan bahan-bahan galian yang dilakukan oleh rakyat setempat secara kecil-kecilan atau secara goto

Teknologi PLTA Tumbuan Mamuju

Ilustrasi gambar pembangkit listrik Mamuju ESDM SULBAR - Pelaksanaan Ground Breaking proyek-proyek pembangunan di Sulawesi Barat sebagai pendukung program Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) koridor Sulawesi dilaksanakan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI yang diihadiri beberapa Menteri terkait, yang pelaksanaannya bertempat di rumah Adat Mamuju (10/2). Dalam Ground Breaking tersebut telah menetapkan pembangunan PLTA Tumbuan Mamuju dengan kapasitas 450 Mega Watt akan dibangun oleh PT. Hadji Kalla sebagai perusahaan nasional. Peresmian Proyek MP3EI di Sulawesi Barat Terkait pembangunan PLTA Tumbuan yang menjadi polemik di masyarakat khusunya yang bermukim di daerah aliran sungai Karama, Kepala Seksi Bimbingan Pengawasan Konservasi Energi,Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Sulawesi Barat, Amrullah Said, ST. mengatakan teknologi yang digunakan pada PLTA Tumbuan menggunakan sistem Run of River  (ROR) yang artinya me